Sebagaimana kita ketahui Pemasyarakatan melalui kelembagaan yang
ada merupakan suatu tempat atau wadah dimana dengan paradigma barunya
tidak lagi mengedepankan aspek keamanan melainkan aspek pembinaan
terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang menjadi penghuninya seperti termuat dalam UU Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Pembinaan berdasarkan
literatur yang ada disimpulkan merupakan suatu kegiatan dilakukan secara
simultan dan berkelanjutan dalam jangka waktu tertentu dengan tujuan
seseorang baik secara individu atau secara berkelompok dapat merubah
skill, knowledge dan attitudenya atau sering disingkat SKA menjadi lebih baik, atau dapat
dikemukakan bahwa di dalam pembinaan tersebut ada rangkaian kegiatan pendidikan
di dalam kegiatannya.
Jika melihat konteks di atas, maka pada
hakekatnya Lembaga Pemasyarakatan/Rutan memiliki ruh yang sama dalam tugas dan
fungsinya dengan Lembaga pendidikan formal lainnya seperti sekolah,
hanya perbedaan yang nyata adalah para WBP yang ada datang bukan karena
kemauan diri sendiri dan keluarga akan tetapi dipaksa oleh hukum atas perbuatan pelanggaran hukum yang telah dilakukan sementara pada Lembaga sekolah
siswa datang karena kemauan diri dan keluarganya.
Mendasarkan kepada fenomena tersebut yang menjadi
pertanyaan saat ini adalah mengapa secara subtantif, pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan / Rutan
belum optimal di bandingkan dengan Lembaga sekolah yang ada?. Beragam
jawaban pasti sudah ada di dalam benak teman-teman petugas
pemasyarakatan mulai dari : karakteristik WBP, sarana prasarana, sumberdaya manusia petugas
dsb sehingga Sekolah sebagai sebuah lembaga peembinaan lebih berhasil daripada Lembaga Pemasyarakatan/Rutan.
Sebenarnya ada hal yang menarik dalam sistem
pendidikan yang dilakukan pada lembaga sekolah sebagai suatu pola kerja
para guru yang bertanggung jawab sebagai tenaga pendidik dalam merubah
SKA para siswa, yaitu dengan diberikannya keleluasaan para guru untuk
membuat atau mendesain rencana kerjanya sendiri yang akan diberikan
kepada para siswa mereka yang dikenal dengan istilah Rencana Program
Pengajaran (RPP) ". Melalui RPP tersebut para guru sebagai tenaga
pendidik memiliki pola kerja yang berkesinambungan sesuai dengan apa
yang ingin dicapai sesuai dengan tugas dan fungsi Lembaga sekolah masing-masing.
Di
dalam pelaksanaan RPP tersebut para guru bebas dari intervensi pihak
managemen sekolah dalam hal ini para koordinator bidang, wakil kepsek
bidang yang ada maupun dari kepala sekolah. tugas kepala sekolah sebagai top managemen hanya
sebagai supervisi semata karena semua kegiatan pengajaran diserahkan sepenuhnya
kepada para guru sehingga hal positif yang bisa kita dapat adalah para
guru tidak bekerja secara monoton apalagi copy paste tetapi bergerak
sesuai dengan inisiatif dan kreatifitas yang dimilikinya berdasarkan
perkembangan yang melingkupinya.
Melihat kepada pola kerja yang
dilakukan pada Lembaga sekolah tersebut di atas, penulis berpikir mengapa kita
para petugas-petugas yang ada di Lembaga Pemasyarakatan/Rutan mengadopsi pola kerja
yang ada pada Lembaga sekolah sehingga Lembaga Pemasyarakatan/Rutan berhasil
dalam melaksanakan pembinaan terhadap WBP.
Adopsi RPP yang bisa kita lakukan dalam Lembaga
pemasyarakatan/Rutan adalah mengganti kata Pengajaran dengan Pekerjaan sehingga RPP yang ada menjadi Rencana Program Pekerjaan, yaitu suatu pola kerja petugas
pemasyarakatan di mana atasan memberikan kebebasan kepada para petugas
yang ada untuk membuat program kerja berdasarkan bidang maupun sub
bidangnya masing-masing sesuai dengan inovasi dan kreasinya, sementara
ukuran waktu yang diberikan sesuai dengan capaian yang menjadi target
kegiatannya. Melalui pola kerja seperti ini diharapkan akan dapat membawa dampak peningkatan produktifitas kerja para petugas
karena setiap petugas akan berusaha meningkatkan kompetensinya agar terus memiliki ide dalam
pekerjaannya dan akhirnya akan membawa dampak terciptanya peningkatan
kinerja berujung kepada terwujudnya pembinaan WBP yang ideal sebagaimana cita-cita UU Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Oleh karena itu, sudah menjadi suatu keputusan yang mendesak bagi pemutus kebijakan di lingkungan pemasyarakatan pola RPP ini untuk segera diadopsi apalagi saat ini kita sudah masuk ke era remunerasi dan sudah menikmati uang remunerasi yang diberikan oleh pemerintah, dimana pemerintah berharap dengan peningkatan kesejahteraan melalui remunerasi tersebut kinerja aparatur pemerintah mendekati ideal khususnya pemasyarakatan. Dengan RPP ini pembinaan dalam Lapas/Rutan dapat terwujud dan tidak bersifat semu semata yang pada akhirnya Lapas/Rutan memiliki nilai jual yang tinggi di mata masyarakat umum sehingga pada akhirnya memberikan peningkatan kesejahteraan kepada para petugas pemasyarakatan merupakan suatu kewajaran yang harus kita terima.
Oleh karena itu, sudah menjadi suatu keputusan yang mendesak bagi pemutus kebijakan di lingkungan pemasyarakatan pola RPP ini untuk segera diadopsi apalagi saat ini kita sudah masuk ke era remunerasi dan sudah menikmati uang remunerasi yang diberikan oleh pemerintah, dimana pemerintah berharap dengan peningkatan kesejahteraan melalui remunerasi tersebut kinerja aparatur pemerintah mendekati ideal khususnya pemasyarakatan. Dengan RPP ini pembinaan dalam Lapas/Rutan dapat terwujud dan tidak bersifat semu semata yang pada akhirnya Lapas/Rutan memiliki nilai jual yang tinggi di mata masyarakat umum sehingga pada akhirnya memberikan peningkatan kesejahteraan kepada para petugas pemasyarakatan merupakan suatu kewajaran yang harus kita terima.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar