Lembaga Pemasyarakatan yang di akronimkan sebagai Lapas
berdasarkan UU No.12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan merupakan tempat
atau wadah untuk melaksanakan pembinaan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan
(WBP) dengan tujuan agar WBP tidak mengulangi perbuatan pelanggaran
hukum lagi dan dapat kembali ke tengah keluarga dan masyarakatnya serta
turut serta dalam pembangunan nasional melalui Sistim Pemasyarakatan.
Kemudian Sistim Pemasyarakatan yang dimaksud adalah suatu tatanan atau pola pembinaan di mana antara pembina, WBP dan masyarakat saling terintegrited secara bersama-sama turut serta dalam melakukan pembinaan berdasarkan butir-butir yang terkandung dalam dasar negara yaitu Pancasila.
Selanjutnya dalam melakukan pembinaan, Lapas melakukan dua kegiatan pembinaan yaitu : Pertama pembinaan mental yang meliputi, pemberian pendidikan keagamaan dan kebangsaan. Kedua, pembinaan kemandirian yang meliputi pemberian keterampilan atas minat dan bakat atau yang sekarang kita mengenal adanya pendidikan kecakapan hidup (life skill).
Kegiatan pembinaan mental di dalam Lapas hampir seluruh Lapas yang ada di Indonesia telah melaksanakan kegiatan ini secara optimal baik melalui program internal Lapas dengan petugas-petugasnya maupun ekternal dari Lembaga-lembaga keagamaan yang ada di tengah masyarakat. Namun demikian meskipun telah dilakukan secara optimal pembinaan mental ini tidak dapat dijadikan sebagai indikator dari keberhasilan pembinaan di Lapas karena sulit untuk mengukur keberhasilan yang ada, kalaupun dapat diukur harus melihat dari outcame WBP setelah kembali ke keluarga dan masyarakat dan itupun pada akhirnya tidak dapat diakui sebagai keberhasilan Lapas. Untuk dapat mengukur keberhasilan di Lapas maka yg mungkin dapat diukur adalah dengan kegiatan produksi secara nyata yang dapat dilihat melalui pembinaan kemandirian. Kondisi ini dapat kita lihat dengan indikator keberhasilan Lapas/Rutan yang dipatok oleh Direktorat Jendral Pemasyarakatan sebesar 76 % wbp yang dimiliki oleh suatu UPT mengikuti pembinaan keterampilan dalam suatu Lapas / Rutan maka UPT tersebut dikatakan berhasil dalam pembinaannya.
Melihat kondisi tersebut maka Seksie kegiatan kerja yang merupakan unit kerja pada Lapas atau Sub seksi Bimbingan Kegiatan pada Rutan Klas I yang sering di analogkan sebagai kegiatan kerja dalam arti sempit meski sebenarnya kalau kita merujuk kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia kata kegiatan memiliki arti luas, memiliki peran penting untuk mewujudkan terciptanya keberhasilan Lapas/Rutan secara menyeluruh melalui kegiatan-kegiatan produksi yang dilakukannya sebagai tugas dan fungsi yg diemban berdasarkan amanat UU Pemasyarakatan serta Peraturan Pemerintah terkait pola pembinaan dalam Lapas.
Kemudian Sistim Pemasyarakatan yang dimaksud adalah suatu tatanan atau pola pembinaan di mana antara pembina, WBP dan masyarakat saling terintegrited secara bersama-sama turut serta dalam melakukan pembinaan berdasarkan butir-butir yang terkandung dalam dasar negara yaitu Pancasila.
Selanjutnya dalam melakukan pembinaan, Lapas melakukan dua kegiatan pembinaan yaitu : Pertama pembinaan mental yang meliputi, pemberian pendidikan keagamaan dan kebangsaan. Kedua, pembinaan kemandirian yang meliputi pemberian keterampilan atas minat dan bakat atau yang sekarang kita mengenal adanya pendidikan kecakapan hidup (life skill).
Kegiatan pembinaan mental di dalam Lapas hampir seluruh Lapas yang ada di Indonesia telah melaksanakan kegiatan ini secara optimal baik melalui program internal Lapas dengan petugas-petugasnya maupun ekternal dari Lembaga-lembaga keagamaan yang ada di tengah masyarakat. Namun demikian meskipun telah dilakukan secara optimal pembinaan mental ini tidak dapat dijadikan sebagai indikator dari keberhasilan pembinaan di Lapas karena sulit untuk mengukur keberhasilan yang ada, kalaupun dapat diukur harus melihat dari outcame WBP setelah kembali ke keluarga dan masyarakat dan itupun pada akhirnya tidak dapat diakui sebagai keberhasilan Lapas. Untuk dapat mengukur keberhasilan di Lapas maka yg mungkin dapat diukur adalah dengan kegiatan produksi secara nyata yang dapat dilihat melalui pembinaan kemandirian. Kondisi ini dapat kita lihat dengan indikator keberhasilan Lapas/Rutan yang dipatok oleh Direktorat Jendral Pemasyarakatan sebesar 76 % wbp yang dimiliki oleh suatu UPT mengikuti pembinaan keterampilan dalam suatu Lapas / Rutan maka UPT tersebut dikatakan berhasil dalam pembinaannya.
Melihat kondisi tersebut maka Seksie kegiatan kerja yang merupakan unit kerja pada Lapas atau Sub seksi Bimbingan Kegiatan pada Rutan Klas I yang sering di analogkan sebagai kegiatan kerja dalam arti sempit meski sebenarnya kalau kita merujuk kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia kata kegiatan memiliki arti luas, memiliki peran penting untuk mewujudkan terciptanya keberhasilan Lapas/Rutan secara menyeluruh melalui kegiatan-kegiatan produksi yang dilakukannya sebagai tugas dan fungsi yg diemban berdasarkan amanat UU Pemasyarakatan serta Peraturan Pemerintah terkait pola pembinaan dalam Lapas.
Oleh karena itu sudah menjadi
kebutuhan penempatan seseorang dalam sie Kegiatan Kerja di Lapas atau sie Bimbingan Kegiatan dalam Rutan seyogianya merupakan orang-orang yang
memiliki jiwa enterpreuner dengan segala inovasi dalam mindsetnya sehingga
seseorang tersebut akan dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan
menghasilkan kegiatan-kegiatan yangg produktif serta mengarah kepada home
industri dalam Lapas atau Rutan sehingga pada akhirnya masing-masing Lapas akan memiliki nilai
jual ke masyarakat serta dapat mengundang investor untuk melakukan wirausaha
dalam Lapas atau Rutan yang pada akhirnya masyarakat tidak lagi mengenal Lapas
sebagai tempat pemenjaraan semata tapi juga sebagai tempat perawatan dan
pembinaan pelaku kriminal untuk menjadi warga negara yang taat hukum dan
produktif. Hal ini sejalan dengan pemikiran dari pini sepuh pemasyarakatan bahwa " narapidana bukan merupakan penjahat tetapi orang yang tersesat ".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar